Postingan

Menampilkan postingan dengan label Coretan.

Bercermin dengan dosa.

Kafir ! Kafir ! Kafir ! " Ucap seorang lelaki itu kepada seorang kafir yang duduk di samping jalan raya. Seorang yang di cap kafir ini tak membalas ucapan lelaki itu, ia hanya diam saja, sembari masih mengamati seluruh alam semestaNya. Seketika lelaki itu tiba-tiba datang di dalam jiwanya, dan bertanya " hai kafir, apakah kau tau kenapa tetesan air mata lebih berharga, dari pada memakan keju hijau ? " Ucap sang lelaki itu. Entahlah. Tapi aku rasa alam semesta ini sungguh indah. Oleh sebab itulah sesekali lebih baik menjadi abu-abu saja untuk mereka, tentang kenapa semua makhluk di seluruh alam semestaNya ini bersedih ? Aku rasa jawabannya adalah tentang sebuah doa saja. Karena dengan berdoa, wujud asli makhluk yang bernyawa itu akan terlihat dengan jelas bagaimana raut wajahnya, dan tingkah laku, serta karakteristik jiwa. Bahkan aku percaya, ia yang dibilang kuat, pasti akan menyerahkan semua masalahnya. " Ucap kafir dengan sebatang rokok yang di putar-putar di ta...

Syi'ir si kafir, dan kucing.

Kalbu iri kepada mereka yang nyaman di jalanNya. Yang senang tiasa diridhoi oleh sang pencipta. Kalbu dan jiwa ingin berada di alam sana. Berdendang melantunkan ayat-ayatNya. Atau berirama mengikuti adab kekasihNya. Wahai zat yang mampu membolak-balikkan hati. Tolong tampar kalbu ini setiap hari dengan dosa-dosa sang raga, pantul kalbu dan jiwa dengan gambaran egonya, jika perlu ingatkan setiap nafas dan langkah kaki di dunia. Sungguh tipu daya semua ini sangatlah nyata, dan hanya Engkau yang aku percaya untuk meneteskan air mata, tuntun waktu serta doa untuk tepat melakukan kewajibanNya. Cinta ini hanya untuk kembali pada surau tua. #kutipan cerpen ; Malam suram haram.

Hal aneh.

 Ini semacam rasa absurd yang tumbuh diantara kau dan aku, dan anehnya, kita juga yang membiarkan rasa itu tumbuh. Rasa absurd yang menjadi momok untuk kita sendiri, dimana ia menjadikan kita yang seperti ini. Ya, Menjadi orang asing. Andai saja dulu aku bisa mengontrol egoku, mungkin rasa absurd itu tak akan tumbuh. Dan mungkin kau dan aku takkan menjadi halu. Namun waktu tak akan berputar kembali,  Sunyi tetap akan sepi, abu-abu tak akan bersemi. mungkin memang kau dan aku di takdirkan untuk saling mengagumi, bukan untuk saling melengkapi.  "Aku harap kau mengerti arti  hilangku. <script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-1051955560767296"      crossorigin="anonymous"></script>

April.

 Entah, sampai kapan aku berhenti di sini !  Aku takut, jika hari itu tiba ?  Aku masih merindukanmu dalam diam.  Aku sengaja memutuskan, menaruh sementara carrier kesayanganku.  Tas besar itu ? Akan aku taruh kembali di pundakku, setelah aku berhasil melewati hari terindah itu !  Biarlah sejenak aku bernafas, mencari makna peta tua itu.  Aku tak pernah takut, untuk membuka hal baru, bagiku ini hanya manipulasi untuk diriku sendiri.  Agar aku tak menyesali setiap aksi hebatku nanti !  Nantikan saja, doa-doa indah tentangmu ini.  Karna mungkin ? Ini doa terakhir yang aku ucapkan untuk membasuh rindumu. Aku tahu kau cukup nadir dalam wujud semua wanita di semesta.  Namun, aku akan berusaha, untuk berdamai dengan realita.  Tak usah risau, rindu baru tentangmu, akan tetap hadir dalam perjalananku menelusuri negri ini ! 

Percakapan sunyi.

 Setelah pergi dari alam sana, lalu mengakui kesalahan di hidupku ! Aku memutuskan untuk kembali menjumpai sahabat lamaku. Aku bersyukur mereka masih mau membuka, pintu hatinya kembali untukku. Aku lihat jiwa lamanya telah hilang, semangat juang yang dulu pernah kita ciptakan seakan punah karna kesalahan.  Terus terang aku terpukul, melihat sahabatku kehilangan candunya.  Padahal dia dulu sering kali singgah pada surau tua itu. Dan, waktu aku tanya ?  Bagaimana doamu ?  Aku merindukan jiwa lamaku " ucap sahabatku. Aku hanya menantapnya dengan penuh kepedihan, seharusnya tanganku dulu, menarikmu saat kau terjatuh !  Bukan malah kakiku melangkah pergi, meninggalkan ragamu sendirian di tepi jurang.  Mulutku tak mampu membalas isi percakapan itu. 

Kau.

 Seorang pernah berkata " Yang pergi, tetap akan pergi ! "  Jika itu memang benar ?  Maka ijinkanlah aku tertawa untuk terakhir kalinya.  Karna sejak kepergianmu aku rasa semuanya palsu.  Dunia tak begitu ramah lagi.  Bagiku, semua terlihat omong kosong !  Tidak ada lagi yang terlihat menarik.  Semuanya munafik !  Aku tak bermaksud memukul rata.  Realita yang berbicara.  Oleh sebab itulah raga ini mati rasa.  Percayalah, aku pernah memberikan semuanya pada puan Tapi, puan memberi makan tuan, dengan rasa kekecewaan yang begitu dalam. 

Jah.

 Dan, diantara dedaunan itu ?  Kau memilih daun yang paling jauh.  Daun, yang mulai layu.  Kau mengenggam rapat-rapat daun itu.  Agar tak kembali jatuh.  Kau berbisik pada daun layu itu.  Katamu, kau tak akan biarkan daun itu gugur sendirian.  Kau akan menemani, setiap hembusan angin yang membawanya terbang. Akan kau tuntun kembali, daun itu sampai ke fase kehidupan.  Namun, na'as ?  Hujan, membawa wanita itu pergi.  Membuat seisi pohon, mulai bersemi. Daun itu pun, perlahan mulai mati. Karna stomata tidak berfungsi lagi. 

Momentum.

Banyak orang yang bilang moment terindah itu ?  Saat awal-awal mula pertemuan. Karna masih belum mengenal rasa kefanahan.  Tapi, maaf. menurutku, mereka salah.  Moment terindah itu, saat sifat bosan sudah mulai hadir dalam suatu hubungan, namun kita masih mencoba untuk membuat hubungan Itu tetap spesial !  Tetap bertahan, walau hati sudah di ujung jurang ! Itu adalah sesuatu yang terindah dalam suatu hubungan percintaan ! 

Melalui hati rusak.

 Aku tak tahu harus berlari kemana lagi ?  Ragamu lah salah satu tempatku pulang.  Kau selalu mampu membuatku tumbuh.  Kau adalah wanita terbaik, yang pernah menuntunku untuk berproses maju.  Betapa bodohnya aku !  Yang melepaskanmu saat terjatuh. Yang meninggalkanmu, karna ulah egoku. Hampir setiap malam aku tersiksa oleh rindumu.  Aku hanya mampu diam, dan menjadi pecundang ! Sampai detik ini aku masih terjebak di antara rasa kita. Tawamu selalu menyapa diriku, hatimu selalu menanyakan bagaimana kabarku, atau hari-hariku ? Sudahlah, aku memang pantas mendapatkan semua ini.  Diriku yang keras kepala dan egois ini, memang perlu untuk mati suri. Bukan maksudku, untuk menjauh, tapi ?  Percayalah, ada beberapa hal yang membuatku tertampar oleh kebaikanmu di pagi hari ! 

Menunggu pagi.

 Aku dan para sahabat-sahabatku, sering kali melakakun aktivitas ini !  Aktivitas yang cenderung orang bilang itu sangat membosankan, dan tidak berguna.  Namun ? Tunggu sebentar.  Ijinkan aku jabarkan isi hati kaum pemuda pengejar mimpi ini.  Aku dan para orang-orang hebat ini, hanya meluapkan amarah kami di malam hari.  Kami terlalu lelah, melihat jutaan orang-orang munafik terus-terusan tertawa, tanpa kaca.  Mereka seakan tidak peduli, dengan sekitar yang ada !  Mereka terlalu sibuk menghakimi, tanpa bukti.  Padahal jika mereka tahu, kami berdiri dengan kaki kami sendiri ! Tanpa sandaran hati, atau rumah untuk berteduh. Kami kadang pun suka bingung mau kemana lagi ?  Beberapa gunung sudah kami ndaki, tapi kami masih di selimuti oleh sebuah misteri ?  Aku tahu semua manusia, pasti memiliki ceritanya masing-masing !  Tapi cerita ini sungguh penuh ironis.

Tentang waktu ?

 "Beberapa orang, sering berpendapat. Menunggu tidak akan membuatmu tumbuh. Justru membuatmu sering memakan harapan semu !" Baiklah, aku menghargai pendapat kalian.  Namun kali ini aku mulai tak sejalan.  Menurutku ?  Aku lebih suka menunggu, walaupun itu terus-terusan memakan harapan semu, dari pada harus membuang-buang waktu, untuk orang baru yang belum tentu itu jodohku. "Lalu, bagaimana caramu nanti mendapatkan jodoh, jika tak mau bertemu orang baru ? " Tentang itu ? Aku percaya, suatu saat, pasti ragaku akan bertemu hal baru.  Entah itu jodoh, atau kematian, semuanya aku pasrahkan, tentu pada tuhanku. Yang jelas ! Aku tidak akan merusak prinsip hidupku !

Sore terbaik.

 Aku tak pandai merangkai kata-kata indah, apa lagi harus membuatmu terlihat sempurna.  Aku hanyalah pengelana muda, yang buta akan arah.  Aku tak bisa memberikanmu rumah, dan ranjang nyamannya. Yang aku bisa hanyalah berdoa, dan berusaha sewajarnya. Kita sudah cukup terluka.  Teruntuk sementara saja, biarlah takdir yang menuntun arah langkah kaki kita. Jika kita memang jawaban dari doa-doa kita.  Sejauh apapun raga kita terpisah. Sekuat apapun keresahan menikam hati kita. Aku yakin ! kita pasti akan di persatukan kembali, dengan versi terbaik menurut kita.

Menciptakan air mata.

 Kita pernah bekerja sama, memperbaiki hati yang sudah terlalu lama mati. Ragamu membuat semestaku lebih berwarna lagi.  Hari-hari terlewati dengan sangat berani.  Kau ada dalam setiap kesibukanku. Dan aku ada dalam setiap waktumu. Begitu banyak hal yang sering kita bagi bersama, hanya untuk saling bertukar cerita. Jutaan janji kita nikmati bersama kopi.  Mata coklatmu selalu berhasil menciptakan ribuan puisi. Semuanya itu kita gambarkan begitu rapi, dan sangat hati-hati. Ahh sialan.  Kali ini, penaku menulis tentang dirimu lagi.

Percakapan antara ; kafir, doa dan malam.

 Sering kali aku berdoa di antara malam.  "Tuhan, apakah perlu air mata, agar kaki-kaki ini terasa sangat ringan ? "  Hai kafir, untuk apa kau menangis ! Sedangkan kau sendiri, masih menikmati dosa-dosamu sendiri. " Ucap bintang. Kafir yang termenung menjawab dengan hati yang penuh luka.  "Wahai bintang yang paling terang, apakah air mata hanya berlaku bagi mereka kaum seragam ? Apakah lelaki yang sering kali disebut kafir ini, tidak boleh menjatuhkan air matanya di bumi ?"  Lalu tuhan menyudahi percapakan mereka berdua, lewat hujan yang begitu lebat.  Bintang menghilang, termakan oleh mendung dan petir !  Kafir kembali merenung di ujung surau tua. Hujan masih lebat, petir tak henti-henti memperlihatkan kilaunya. "Untuk apa kau merenung di ujung sana kafir ? Kemarilah, duduk di tengah bandarsah, tuhanmu merindukan isi hatimu" ucap sang malam, yang berkata pada kafir.

Tempatku pulang.

 Aku ingat saat pelukmu menyelamatkanku dari tindakan bodohku. Saat itu kita sangat murka, dan resah.  Lalu dengan sigap, kau menghentikan langkah kakiku. (Yang ingin pergi ke anta berantah)  Tetesan air matamu membuat hatiku ingin sekali membalas rangkulanmu. Wajah lucumu melemahkan egoku.  logika kuno tak henti-henti kau utarakan. keras kepalaku tak ingin sekali padam.  Semuanya nampak berantakan. Kita terdiam hampir kurang lebih 29 jam. Dan baiklah. Aku mengalah, dan kau benar.  Sekali lagi kau berhasil memanipulasi semangat untuk alur hidupku.  (Kau selalu mampu membuatku tuk bergerak maju, namun na'as. Kau tak cukup hebat, tuk menemani kesetian hatiku)

Berkubang.

 Air hujan berhasil membasahi raga pecundang itu.  Di bawah bangunan tua ia berteduh layaknya kumbang madu. Sembari menunggu, ia mengingat-ingat kembali rasa sesal itu.  Pecundang itu nampak lesu !  Karna masih terjerembab dalam masa lalu.  Detik waktu dan dinginnya udara malam itu.  Membuatnya semakin kaku.  Mulut pahit terus-terus berkata tentang hal baru.  Namun, hati kecilnya selalu menolak untuk sembuh.  Kedua organ tubuh ini membuat pecundang itu semakin melucu, dan terbujur pilu.

Membumi.

 Kita hanya berbeda soal rasa nyaman. Aku perindu hujan. Dan kau pecinta bintang. Namun perbedaan itu bukan sebuah halangan, untuk selalu satu tujuan. Melalui hal-hal sulit, kita berdamai untuk menikmati keindahan sandaran. Kita berhasil bersahabat dengan awan ; untuk arah pulang. Kita juga berhasil berteman dengan langit ; untuk sepertiga malam.  Raga kita saling mengisi satu sama lain. Rindu kita paham akan waktu kesibukan. Dunia kita mulai seimbang. "Kesan ini hanya untuk sementara, atau selamanya ? 

April.

 Dahulu aku sering kali membahas namamu di antara sepertiga malam. Namamu adalah bahan pembicaraanku dengan tuhan yang paling serius. Menceritakan tentang dirimu di hadapan tuhan, adalah caraku mencintaimu. Dengan sangat sungguh-sungguh, aku ingin tuhan menjadikanku jawaban dari doa-doamu. Ya Meskipun terlihat sedikit memaksa, namun apa salahnya mencoba dalam doa. Hanya doalah senjata paling ampuh. Dan sampai saat ini, doaku masih menemani langkah kakimu. "Wajahmu akan tetap abadi, di atap negri.

Harapan semu.

 Aku ingin menyapamu dan menanyakan bagaimana kabarmu ?  Lalu, akan aku tunjukan senyum yang dulu pernah kau ajarkan padaku. Akan tetapi ?  Aku takut akan imajinasiku yang berbeda dengan realita. Melihatmu dari jauh saja sudah lebih dari cukup, bagiku. Jika boleh, sesekali cobalah tanyakan pada hatimu. Apakah peranku sudah terganti ?  Ketahuilah, ragaku masih menantimu kembali.  Diam-diam aku masih nyaman menanti. "Sesakit apapun rasanya menanti, kau adalah alasanku untuk terus memperbaiki diri.

Membadut.

  Ada sebuah wisata masa lalu yang mampu menghancurkan ragaku. Dan celakanya ?  Kini aku nyaman dalam pelukan minuman. Tak peduli fajar atau malam. Aku menikmati rasa sesal yang begitu dalam. Wahana kehancuran dan komedi putar. Mampu menjadikanku sebagai pencundang. Terus terang, aku terjebak dalam masa suram. Aku ingin keluar dari zona keterpurukkan. Namun hatiku menarik-narik ragaku, agar aku bertahan. Entah sesempurna apa dirimu. Sehingga mampu membuat hatiku nyaman dalam ayunan siksaan cintamu. "Kepergianmu membuatku tumbuh, dan rapuh" "April.